Friday, August 4, 2017

“STOP TANYA KAPAN”





“Kapan”, lima huruf yang tersusun rapi dengan segelintir makna yang kadang mengena di hati. Apalagi, kalau tanya nya, “kapan nikah?”. Wah, bagi wanita yang sudah berkepala dua pastilah akan menimbulkan perasaan yang nano-nano, campur aduk kayak es buah dan bisa jadi pengin balik kanan terus sumpel telinga pakai headset (#hahaha). Usia tersebut memang sangat rentan ditanya soal nikah, akupun begitu.
Saat ini, usiaku hampir seperempat abad. Sudah berkali-kali pertanyaan itu terlontar dari banyak mulut, tidak hanya teman, tetangga, keluarga pun sudah mulai memberikan kode keras agar cepat nikah. Sampai-sampai nenekku yang sudah agak susah ngomongnya berusaha bilang, “kamu, kuliah terus kapan nikahnya?”. Jleb sekali, ngena banget. Tak biasanya nenek tanya seperti itu. Mungkin nenek prihatin kali ya, melihat gadis tua yang belum berumahtangga dan lebih mementingkan kuliah daripada nikah. Lebih gak disangka lagi, nenek sampe ngitung dari kecil sampai saat ini aku mengenyam bangku sekolah. Dengan perlahan-lahan dan tidak jelas, nenek bilang, “nok, kamu itu sekolah terus, kalau dihitung-hitung dari TK 1 tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah 4 tahun ditambah ini kuliah setahun, jadi berapa?,” Aku jawab sambil ketawa kecil, “18 tahun nek” . Nenek tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepertinya, nenek trenyuh denganku yang masih saja menuntut ilmu di kala usia sudah pas banget untuk nikah.
Baru kali ini nenek menanyakan hal yang sangat tak kuduga. Baru kali ini juga aku mendalami betul-betul pertanyaan itu. Meskipun sebelumnya sudah banyak yang tanya dan mengojok-ojoki nikah, nikah, nikah dan nikah. Namun, pertanyaan dari neneklah yang sudah menyadarkanku bahwa aku tak muda lagi. Sudah waktunya untuk memikirkan yang bisa diajak menjadi teman hidup sampai ajal menjemput.
Sebagai wanita normal, akupun pengin segera menikah. Wanita mana sih yang gak pengin nikah. Wanita mana sih yang gak sakit hati kalau ditanya, “Kapan nikah?”
Ditambah lagi, “ Ati-ati loh nanti stok lelaki sholeh habis?”
“Ati-ati loh nanti jadi wanita tua yang gak nikah-nikah”.
Gak sekalian, ati-ati loh nanti pemerintah gak nerbitin buku nikah lagi? (#hahahahaa)
Jujur saja, sebagai wanita dewasa yang belum di akad sama lelaki, saya merasa sedih, sakit hati, trenyuh kalau ditanya kayak gitu. Kalau dibilang, milih-milih lelaki, aku tak sakit hati. Memang aku pemilih, soalnya menikah butuh keyakinan untuk memantapkan kemana hati ini akan selamanya dilabuhkan. Bukan semata-mata ingin cepat nikah karena teman-teman seangkatan sudah pada nikah. Lebih baik menjadi singlelillah dulu daripada cepat menikah karena gengsi.
Pertanyaan “kapan nikah” tak akan berhenti dilontarkan sampai kita menikah. Untuk membentengi diri dengan pertanyaan atas membuat nyiyir dan susah dijawab, saya sudah terbiasa melakukan hal seperti ini:
Pertama,
Tataplah orang yang bertanya dengan tatapan senyum. Dengan begitu, kamu tidak akan kelihatan kalau kamu sedang menyimpan perasaan sakit hati. Meskipun sedang berpura-pura tidak sakit, setidaknya kamu kelihatan lebih kuat menghadapi kenyataan.
Kedua,
Jawablah dengan tegas, “semoga disegerakan.”
Setiap perkataan adalah doa dan kata “semoga” sungguh sebuah harapan besar kepada-Nya. Pastilah orang yang bertanya akan mengaminkan doa kita. Tidak ada doa baik yang tidak terkabul. Tetap berusaha, berdoa dan bertawakal kepada-Nya.
Ketiga,
Ajukan pertanyaan balik kepada orang yang bertanya. Misalnya, “hmm, apa sih yang membuatmu yakin banget menikah dengannya, bagi tipsnya dong?”. Dengan pertanyaan pancingan seperti itu, orang tersebut akan merasa senang untuk berbagi ceritanya sekaligus kita mendapatkan pengetahuan baru tentang nikah dari orang yang sudah merasakannya. Kitapun sudah terselamatkan dari pertanyaan miris “kapan nikah”.
Keempat,
Tetap positive thinking. Orang yang bertanya kapan nikah berarti perhatian, peduli sama kita. Mereka ingin mengingatkan kita kalau menikah adalah ibadah supaya kita tidak terlena mengejar karier terus menerus.
Begitulah saya menyikapi pertanyaan tersebut. Meskipun kadang sakit mendengar pertanyaan itu, tapi saya tetap yakin kalau orang yang bertanya memang benar-benar peduli. Tuhan sudah mentakdirkan setiap orang memiliki pasangan. So, don’t worry semua akan menikah pada waktunya.

No comments:

Post a Comment

KONEKSI ANTAR MATERI KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1

  Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang sangat pantas mendapatkan julukan sebagai Bapak Pendidikan. Beliau tidak pernah merasa putus asa u...