“Kapan”,
lima huruf yang tersusun rapi dengan segelintir makna yang kadang mengena di
hati. Apalagi, kalau tanya nya, “kapan nikah?”. Wah, bagi wanita yang sudah
berkepala dua pastilah akan menimbulkan perasaan yang nano-nano, campur aduk
kayak es buah dan bisa jadi pengin balik kanan terus sumpel telinga pakai
headset (#hahaha). Usia tersebut memang sangat rentan ditanya soal nikah,
akupun begitu.
Saat
ini, usiaku hampir seperempat abad. Sudah berkali-kali pertanyaan itu terlontar
dari banyak mulut, tidak hanya teman, tetangga, keluarga pun sudah mulai
memberikan kode keras agar cepat nikah. Sampai-sampai nenekku yang sudah agak susah
ngomongnya berusaha bilang, “kamu, kuliah terus kapan nikahnya?”. Jleb sekali,
ngena banget. Tak biasanya nenek tanya seperti itu. Mungkin nenek prihatin kali
ya, melihat gadis tua yang belum berumahtangga dan lebih mementingkan kuliah daripada
nikah. Lebih gak disangka lagi, nenek sampe ngitung dari kecil sampai saat ini
aku mengenyam bangku sekolah. Dengan perlahan-lahan dan tidak jelas, nenek
bilang, “nok, kamu itu sekolah terus, kalau dihitung-hitung dari TK 1 tahun, SD
6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah 4 tahun ditambah ini kuliah setahun,
jadi berapa?,” Aku jawab sambil ketawa kecil, “18 tahun nek” . Nenek tertawa
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepertinya, nenek trenyuh denganku yang
masih saja menuntut ilmu di kala usia sudah pas banget untuk nikah.
Baru
kali ini nenek menanyakan hal yang sangat tak kuduga. Baru kali ini juga aku mendalami
betul-betul pertanyaan itu. Meskipun sebelumnya sudah banyak yang tanya dan
mengojok-ojoki nikah, nikah, nikah dan nikah. Namun, pertanyaan dari neneklah
yang sudah menyadarkanku bahwa aku tak muda lagi. Sudah waktunya untuk
memikirkan yang bisa diajak menjadi teman hidup sampai ajal menjemput.
Sebagai
wanita normal, akupun pengin segera menikah. Wanita mana sih yang gak pengin
nikah. Wanita mana sih yang gak sakit hati kalau ditanya, “Kapan nikah?”
Ditambah lagi, “
Ati-ati loh nanti stok lelaki sholeh habis?”
“Ati-ati loh
nanti jadi wanita tua yang gak nikah-nikah”.
Gak sekalian,
ati-ati loh nanti pemerintah gak nerbitin buku nikah lagi? (#hahahahaa)
Jujur
saja, sebagai wanita dewasa yang belum di akad sama lelaki, saya merasa sedih,
sakit hati, trenyuh kalau ditanya kayak gitu. Kalau dibilang, milih-milih
lelaki, aku tak sakit hati. Memang aku pemilih, soalnya menikah butuh keyakinan
untuk memantapkan kemana hati ini akan selamanya dilabuhkan. Bukan semata-mata
ingin cepat nikah karena teman-teman seangkatan sudah pada nikah. Lebih baik
menjadi singlelillah dulu daripada
cepat menikah karena gengsi.
Pertanyaan
“kapan nikah” tak akan berhenti dilontarkan sampai kita menikah. Untuk
membentengi diri dengan pertanyaan atas membuat nyiyir dan susah dijawab, saya
sudah terbiasa melakukan hal seperti ini:
Pertama,
Tataplah orang
yang bertanya dengan tatapan senyum. Dengan begitu, kamu tidak akan kelihatan
kalau kamu sedang menyimpan perasaan sakit hati. Meskipun sedang berpura-pura
tidak sakit, setidaknya kamu kelihatan lebih kuat menghadapi kenyataan.
Kedua,
Jawablah dengan
tegas, “semoga disegerakan.”
Setiap perkataan
adalah doa dan kata “semoga” sungguh sebuah harapan besar kepada-Nya. Pastilah
orang yang bertanya akan mengaminkan doa kita. Tidak ada doa baik yang tidak
terkabul. Tetap berusaha, berdoa dan bertawakal kepada-Nya.
Ketiga,
Ajukan
pertanyaan balik kepada orang yang bertanya. Misalnya, “hmm, apa sih yang
membuatmu yakin banget menikah dengannya, bagi tipsnya dong?”. Dengan
pertanyaan pancingan seperti itu, orang tersebut akan merasa senang untuk
berbagi ceritanya sekaligus kita mendapatkan pengetahuan baru tentang nikah
dari orang yang sudah merasakannya. Kitapun sudah terselamatkan dari pertanyaan
miris “kapan nikah”.
Keempat,
Tetap positive thinking. Orang yang bertanya
kapan nikah berarti perhatian, peduli sama kita. Mereka ingin mengingatkan kita
kalau menikah adalah ibadah supaya kita tidak terlena mengejar karier terus
menerus.
Begitulah
saya menyikapi pertanyaan tersebut. Meskipun kadang sakit mendengar pertanyaan
itu, tapi saya tetap yakin kalau orang yang bertanya memang benar-benar peduli.
Tuhan sudah mentakdirkan setiap orang memiliki pasangan. So, don’t worry semua akan menikah pada waktunya.
No comments:
Post a Comment