Friday, September 9, 2016

Borneo, Ijinkanku di Sini



Borneo,
Tak kusangka aku kan menginjakkan kakiku di tanahmu
Langkah kaki kecilku
Telah mengantarkanku di tanahmu
Sungguh sebuah cerita hidup yang menakjubkan
Bermimpi dan tak sebatas mimpi
Berkhayal dan tak sebatas berhayal
Mungkin dulu hanya sebuah angan lalu
Sebentar datang dan tak lama pergi
Oh ternyata tidak,
“ini nyata, kuterbangun dari mimpi panjangku”
Aku telah sampai di Borneo
Pulau terakbar di penjuru tanah airku
Segalanya bukan sekedar fiktif
Semuanya penuh realita dan takdir illahi
####
First get it,
Aku yakin segalanya sudah diatur jauh-jauh sebelum aku terlahir di dunia yang istimewa ini. Bukti keagungan Alloh yang tak pernah lelah memahami setiap hamba-Nya yang selalu bersujud dan memohon doa suci pada-Nya. Semangat yang tak pernah guncang dan perjuangan yang telah dilandasi kemantapan niat ternyata membuahkan hasil yang tak ternilai. Borneo, i’m here.
Ingat ketika dahulu sangat gigih mengerjakan skripsi agar bisa mengikuti program SM3T dan akhirnya bisa lulus lebih awal. Perjalanan pertama yang membukakan pintu gerbang untukku menggapai mimpi. Bisa dibayangkan betapa senangnya aku waktu itu. Tapi, masalah lain tiba-tiba datang mengunjungiku.
Bapak Ibuku yang semula setuju-setuju saja aku mengikuti SM3T, malah berubah pikiran. Seperti terjatuh dari tebing yang benar-benar curam. Air mataku pun tak mampu kubendung lagi. Ketulusan niatku ternyata tak berarti di mata mereka. Bapak Ibu memang takut dengan apa yang dikabarkan orang mengenai luar Jawa. Mereka takut jauh dari anaknya dan sangat takut kehilangan anaknya. Aku tahu itu.
“Ridho Alloh tergantung pada ridho kedua orang tua”
Deretan kata-kata itu selalu ada di pikiranku. Kenapa orang tuaku tak menyetujuiku?
Haruskah kukejar mimpi ini tanpa diridoi orang tua. Ah, itu terlalu durhaka untuk seorang anak sepertiku. Namun, aku tak berhenti memperjuangkan impianku. Akan kuraih ridho kedua orang tuaku. Aku pasti bisa.
Setelah berjuang keras dan merayu-rayu kedua orang tuaku, akhirnya mereka memahami keputusanku. Mereka tahu faktanya bukan omongan orang saja. Selama ini ternyata mereka termakan oleh omongna orang yang belum jelas realitasnya. Sangat plong banget rasanya. Jalanpun seolah lurus tak ada hambatan. Memang benar ridho Alloh tergantung pada ridho kedua orang tua. Segalanya dipermudah dan sungguh membukakan satu sisi pintu masa depanku. Panjatan doa dari mereka juga mengantarkanku sampai di pelosok Pulau Kalimantan.
Berbekal niat, usaha dan doa sampailah aku di Pulau nan kaya ini, Borneo. Pertama kali kumenginjakkan kaki mungilku di sini tepat tanggal 25 Agustus 2015. Rasanya itu kayak makai pintu doraemon. Akupun masih seperti mimpi bisa begitu jauh dari orang tua. Cepat sekali rasanya sampai di tanah milik tetangga pulau. Bedanya begitu nampak dengan pulauku. Di Borneo, masih banyak hutan, tanahnya masih luas dan belum seimbang dengan jumah penduduknya. Kalau di Jawa, tahu sendiri lah Jawa itu terkenal banget dengan padat penduduknya. Memang, aku tak memungkirinya.
Hari berikutnya, tibalah aku di tempat yang sudah ditakdirkan untukku. Kampung Kuala Pade, biasa dijuluki Sepelex. Sepanjang jalan menuju kampung ini sungguh menakjubkan. Jalan yang masih berwarna orange dengan bidang yang naik turun. Aku merasa seperti di dunia antah brantah. Entah dimana aku. Tak tahu arah mata angin. Aku benar-benar speechless ketika kulihat sekeliling jalan hanyalah hutan dan kebun kelapa sawit. Pemandangan berbeda dari pulauku. Indah, apalagi langit kalimantan yang menambah keindahan pulau ini. Biru, bersih dan membuatku ingin menggapainya.
Inilah mimpi yang tak sekedar mimpi. Aku sampai di pelosok negeri ini bernama kampung Sepelex. Mungkin aku masih mimpi dan harus dibangunkan. Tapi, setelah kucubit tanganku ternyata ini sungguhan, benar-benar aku telah sampai di mimpi nyataku.
Sepelex  dan Sekolahku
Tak pernah sebelumnya terlintas di pikiranku akan ditempatkan di sini. Menurut informasi dari kakak angkatan yang dulunya ditempatkan di tetangga desa itu mengatakan bahwa desa itu berpenduduk dari suku melayu. Syukur alhamdulillah kalau memang benar. Ternyata memanglah benar mayoritas beragama islam. Namun, masih terlihat anjing yang berlarian ke sana ke mari. Alhamdulillah di sini saya masih bisa sholat berjamaah seperti kebiasaanku di rumah. Masjidnya dekat dari rumah dinasku.
Kulihat wajah-wajah baru, wajah Kalimantan banget baik guru-gurunya maupun murid-muridnya. Bukan hanya gosip belaka kalau orang kalimantan berwajah ayu dan ganteng, putih pula. Itu benar adanya.
Tatapan murid-murid yang penuh keriangan membuat fresh pikiranku. Sambutan yang penuh haru sungguh membuatku merinding. Ternyata, mereka, siswa SDN 24 Kuala Pade inilah yang akan menjadi murid pertamaku di sisa-sisa hidupku. Akan kudidik dengan baik dan penuh cinta. Akan kuberikan ilmu yang telah lama kukumpulkan selama 18 tahun di dunia pendidikan. Akan kuajarkan semua yang kuperoleh untuk kalian nak, generasi penerus bangsa.
Bicara tentang sekolah. Sekolahku tepat berada di depan rumah dinas, tak butuh waktu lama untuk jalan kaki,  tak perlu motor untuk berangkat ke sekolah. Tinggal keluar rumah sampailah di depan sekolah. Guru-gurunya masih muda dan saya ditugaskan untuk menjadi wali kelas III. Sebuah pengalaman baru dan harus saya selesaikan dengan baik tugas ini. Sebelumnya saya hanya menjadi guru biasa, tak menjadi seperti ini. Lama tak mengajar rasanya canggung juga ternyata. Ah, yang penting saya harus terbiasa menghadapi anak-anak yang berbeda dan menjadi sahabat mereka ketika di luar kelas.
Anak-anak yang luar biasa, dikatakan luar biasa karena di kelas saya ada 2 orang anak berkebutuhan khusus. Yang satu sudaha 4 tahun tinggal kelas 1 dan langsung dinaikkan ke kelas 3. Hebat bukan, akselerasi. Kalau yang satunya cewe namanya Dena. Bisa dikatakan dia lama mikirnya, lambat mikirnya. Kalau nulis, bisa sejam untuk 6 baris. Bisa dibayangkan. Muridku ada 14 anak, itu percampuran dari yang kelas 2 sama kelas. Jelas kemampuan mereka berbeda. Aku harus bersabar sekali. Karena tidak sedikit dari mereka yang belum mampu membaca dengan lancar. Masih dalam taraf mengeja.. :-( , sudah kelas 3 loo.. #tapi saya bersyukur mereka hafal yang namanya huruf dan angka. Cuma seorang yang laki-laki bernama Inul dia mau nulis angka 5 yang ditulis angka 6 dan kalian tau ketika kutanya 5 + 0 berapa hasilnya, jawabannya 0. #tepuk jidat...
Hari pertama ngajar rasanya pengin teriak-teriak harus memutar otak untuk mengajar mereka. Ada yang sangat pintar dan ada yang sangat lambat.. Coba gimana...
Ketika yang cepat nangkep dah selesai mereka langsung mainan dan mengganggu teman lain yang lambat mikirnya. Dan sebuah strategi baru kujalankan, ketika mereka dah selesai kuberi sebuah lagu dan kutulis di papan tulis kemudian disuruhlah mereka mencatatnya. Memang mereka berbeda, mungkin karena aku yang tidak terlalu tegas, tidak bisa marah karena memang mukaku tak cocok untuk marah atau mungkin merekanya yang memang sedikit kurang ajar.
Dua semester menjadi ibu untuk 14 anakku, aku merasa sudah menjadi ibu beneran. Harus menghadapi berbagai karakter anak yang berbeda. Ada yang sedikit-sedikit nangis, berantem dan sering membuat keributan di kelas. Nangisnya itu kadang bukan karena berantem, tapi gak bisa mengerjakan soal. Bilangnya begini, “Bu ai, soalnya sakit bu ai” maksudnya gini, mereka bilang soalnya susah. Habis bilang gitu langsung nagis coba. Aneh bukan?? Itulah anak-anak kelas III SDN 24 Kuala Pade.
Memang terasa susah banget mendidik mereka di awal-awal semester satu. Keras kepala kalau dinasehati, tidak mendengar perkataan gurunya dan tingkah laku mereka sangat kurang sopan. Namun, semenjak semester dua aku tak mau kalah dengan mereka. Aku harus menjadi guru yang didengarkan. Sejak saat itu, suaraku juga sudah mencapai oktaf. Mereka bersuara keras, aku juga harus seperti itu. Kalau gak, aku kalah dan gak dihormati. Aku tak mau itu terjadi lagi seperti dahulu. Keseimbangan suara antara aku dan anakku harus selalu dijaga. Kalau yang nakal, langsung kukeluarkan dari kelas. Begitulah caraku mengajar, baik enggaknya yang penting belum melanggar batas.
Meskipun mereka nakal dan susah diatur, namun mereka begitu sayang sama aku. Terbukti ketika aku menginginkan buah, mereka langsung mencarikan buah yang aku inginkan. Mereka juga sering membantuku mencari kayu bakar di hutan. Namanya juga anak-anak, mungkin kenakalan mereka di kelas itu hanya menginginkan perhatian lebih dari gurunya.
Guru-guru SDN 24 Kuala Pade tergolong rajin naik ke kampung. Dedikasi mereka masih lebih tinggi daripada sekolahan penempatan teman-temanku yang lain. Ketika ada guru yang sedang berhalangan hadir, aku lah yang harus merangkap kelas. Kadang malah sampai 3 kelas rangkapnya. Mau bagaimana lagi, gurunya Cuma dua, aku dan kawan seperjuanganku. Sebisa mungkin harus bisa membagi waktu secara adil. Untungnya, kami bisa melewati masa-masa itu dengan mudah. Tidak terlalu sulit mengajar 2/3 kelas dalam sekali waktu karena mereka benar membutuhkan ilmu. Keinginan mereka untuk belajar merobohkan lelah lunglaiku menjalaninya.
The end,
Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Perpisahanpun bukan akhir dari semuanya, namun awal dari sesuatu yang baru. Bukan tangisan yang aku inginkan, tapi untaian doa lah yang selalu aku harapkan. Setahun, 365 hari memang terbilang lama. Ternyata, kalau dinikmati, dijalani dan disyukuri terasa lebih singkat dari yang dibayangkan.
Bulan agustus 2016 sudah menyambut dengan berjuta senyuman rindu. Bagai mimpi di musim panas, waktu cepat sekali berjalan. Tinggal menghitung hari untuk kembali menginjakkan kedua kakiku di kampung halaman. Bertemu dengan keluarga tercinta di Jawa dan harus meninggalkan mutiara emas negeri Indonesia di Borneo. Ada duka dan tawa. Hidup memang seperti itu, tak selamanya berduka dan tak selamanya tertawa. Selalu berotasi mengikuti takdir sang Illahi.
Perpisahan dengan anak pun dilaksanakan. Wide game pramuka menjadi kegiatan penutup selama setahun mengabdi di pelosok negeri. Kami menginginkan sebuah kegiatan yang akan selalu di kenang sepanjang masa, bukan yang mudah dilupakan. Kegiatan wide game berjalan dengan lancar. Terlihat wajah penuh keriangan di wajah mereka. Akupun merasa senang melihat mereka bahagia. Mereka mendapatkan sesuatu baru yang belum pernah mereka dapatkan. Walaupun hanya beberapa permainan, namun mengandung banyak hikmah yang dipetik.
Tiba saatnya, kami mengucapkan salam perpisahan pada anak-anak SDN 24 Kuala Pade. Aku memasuki kelas III yang sekarang sudah naik ke kelas IV. Seperti dahulu, mereka masih suka ribut dan banyak sifat yang belum berubah. Kuungkapkan semua apa yang ada dalam lubuk hatiku. Baru saja aku mengucapkan, “Ibu, nak pulang Jawa”. Mereka langsung menangis. Tidak menduga ternyata mereka masih menyayangiku. Sampai perkataan maaf dan terimakasih mereka masih menangis hingga mata mereka besar seperti tersengat lebah. Aku pun tak bisa memaksaku tetap di Borneo karena masa tugas sudah habis. Kasih sayang yang mereka berikan sudah menjadi kenangan manis yang akan selalu ada dalam kisah hidupku. Bagiku, tidak masalah menangis ketika berpisah karena merupakan hal yang wajar. Selagi perpisahan bukan karena duka mendalam pasti akan segera sirna termakan sang waktu.
SM3T,
Mengajarkanku apa artinya perjuangan
Pengorbanan, Pertemanan dan Cinta
Begitu banyak kenangan kuukir di sini
Dan sekarang hanya tinggal kenangan
Tak bisa terulang kedua kalinya
Inilah kan menjadi sejarah hidupku
Jarak berkilo-kilo meter
Tak akan menjadi pemisah hubungan aku dan kalian,
Anak-anakku ....

Good Bye...^_^

No comments:

Post a Comment

KONEKSI ANTAR MATERI KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1

  Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang sangat pantas mendapatkan julukan sebagai Bapak Pendidikan. Beliau tidak pernah merasa putus asa u...