Borneo,
Tak kusangka aku
kan menginjakkan kakiku di tanahmu
Langkah kaki
kecilku
Telah
mengantarkanku di tanahmu
Sungguh sebuah
cerita hidup yang menakjubkan
Bermimpi dan tak
sebatas mimpi
Berkhayal dan
tak sebatas berhayal
Mungkin dulu
hanya sebuah angan lalu
Sebentar datang
dan tak lama pergi
Oh ternyata
tidak,
“ini nyata,
kuterbangun dari mimpi panjangku”
Aku telah sampai
di Borneo
Pulau terakbar
di penjuru tanah airku
Segalanya bukan
sekedar fiktif
Semuanya penuh
realita dan takdir illahi
####
First get it,
Aku
yakin segalanya sudah diatur jauh-jauh sebelum aku terlahir di dunia yang
istimewa ini. Bukti keagungan Alloh yang tak pernah lelah memahami setiap
hamba-Nya yang selalu bersujud dan memohon doa suci pada-Nya. Semangat yang tak
pernah guncang dan perjuangan yang telah dilandasi kemantapan niat ternyata
membuahkan hasil yang tak ternilai. Borneo,
i’m here.
Ingat
ketika dahulu sangat gigih mengerjakan skripsi agar bisa mengikuti program SM3T
dan akhirnya bisa lulus lebih awal. Perjalanan pertama yang membukakan pintu
gerbang untukku menggapai mimpi. Bisa dibayangkan betapa senangnya aku waktu
itu. Tapi, masalah lain tiba-tiba datang mengunjungiku.
Bapak
Ibuku yang semula setuju-setuju saja aku mengikuti SM3T, malah berubah pikiran.
Seperti terjatuh dari tebing yang benar-benar curam. Air mataku pun tak mampu
kubendung lagi. Ketulusan niatku ternyata tak berarti di mata mereka. Bapak Ibu
memang takut dengan apa yang dikabarkan orang mengenai luar Jawa. Mereka takut
jauh dari anaknya dan sangat takut kehilangan anaknya. Aku tahu itu.
“Ridho Alloh tergantung pada ridho kedua orang tua”
Deretan
kata-kata itu selalu ada di pikiranku. Kenapa orang tuaku tak menyetujuiku?
Haruskah kukejar
mimpi ini tanpa diridoi orang tua. Ah, itu terlalu durhaka untuk seorang anak
sepertiku. Namun, aku tak berhenti memperjuangkan impianku. Akan kuraih ridho
kedua orang tuaku. Aku pasti bisa.
Setelah
berjuang keras dan merayu-rayu kedua orang tuaku, akhirnya mereka memahami
keputusanku. Mereka tahu faktanya bukan omongan orang saja. Selama ini ternyata
mereka termakan oleh omongna orang yang belum jelas realitasnya. Sangat plong
banget rasanya. Jalanpun seolah lurus tak ada hambatan. Memang benar ridho
Alloh tergantung pada ridho kedua orang tua. Segalanya dipermudah dan sungguh
membukakan satu sisi pintu masa depanku. Panjatan doa dari mereka juga
mengantarkanku sampai di pelosok Pulau Kalimantan.
Berbekal
niat, usaha dan doa sampailah aku di Pulau nan kaya ini, Borneo. Pertama kali
kumenginjakkan kaki mungilku di sini tepat tanggal 25 Agustus 2015. Rasanya itu
kayak makai pintu doraemon. Akupun masih seperti mimpi bisa begitu jauh dari
orang tua. Cepat sekali rasanya sampai di tanah milik tetangga pulau. Bedanya
begitu nampak dengan pulauku. Di Borneo, masih banyak hutan, tanahnya masih
luas dan belum seimbang dengan jumah penduduknya. Kalau di Jawa, tahu sendiri
lah Jawa itu terkenal banget dengan padat penduduknya. Memang, aku tak
memungkirinya.
Hari
berikutnya, tibalah aku di tempat yang sudah ditakdirkan untukku. Kampung Kuala
Pade, biasa dijuluki Sepelex. Sepanjang
jalan menuju kampung ini sungguh menakjubkan. Jalan yang masih berwarna orange dengan bidang yang naik turun.
Aku merasa seperti di dunia antah brantah. Entah dimana aku. Tak tahu arah mata
angin. Aku benar-benar speechless ketika
kulihat sekeliling jalan hanyalah hutan dan kebun kelapa sawit. Pemandangan
berbeda dari pulauku. Indah, apalagi langit kalimantan yang menambah keindahan
pulau ini. Biru, bersih dan membuatku ingin menggapainya.
Inilah
mimpi yang tak sekedar mimpi. Aku sampai di pelosok negeri ini bernama kampung
Sepelex. Mungkin aku masih mimpi dan harus dibangunkan. Tapi, setelah kucubit
tanganku ternyata ini sungguhan, benar-benar aku telah sampai di mimpi nyataku.
Sepelex dan
Sekolahku
Tak
pernah sebelumnya terlintas di pikiranku akan ditempatkan di sini. Menurut
informasi dari kakak angkatan yang dulunya ditempatkan di tetangga desa itu
mengatakan bahwa desa itu berpenduduk dari suku melayu. Syukur alhamdulillah
kalau memang benar. Ternyata memanglah benar mayoritas beragama islam. Namun,
masih terlihat anjing yang berlarian ke sana ke mari. Alhamdulillah di sini
saya masih bisa sholat berjamaah seperti kebiasaanku di rumah. Masjidnya dekat dari
rumah dinasku.
Kulihat
wajah-wajah baru, wajah Kalimantan banget baik guru-gurunya maupun
murid-muridnya. Bukan hanya gosip belaka kalau orang kalimantan berwajah ayu
dan ganteng, putih pula. Itu benar adanya.
Tatapan
murid-murid yang penuh keriangan membuat fresh pikiranku. Sambutan yang penuh
haru sungguh membuatku merinding. Ternyata, mereka, siswa SDN 24 Kuala Pade
inilah yang akan menjadi murid pertamaku di sisa-sisa hidupku. Akan kudidik
dengan baik dan penuh cinta. Akan kuberikan ilmu yang telah lama kukumpulkan
selama 18 tahun di dunia pendidikan. Akan kuajarkan semua yang kuperoleh untuk
kalian nak, generasi penerus bangsa.
Bicara
tentang sekolah. Sekolahku tepat berada di depan rumah dinas, tak butuh waktu
lama untuk jalan kaki, tak perlu motor
untuk berangkat ke sekolah. Tinggal keluar rumah sampailah di depan sekolah.
Guru-gurunya masih muda dan saya ditugaskan untuk menjadi wali kelas III.
Sebuah pengalaman baru dan harus saya selesaikan dengan baik tugas ini.
Sebelumnya saya hanya menjadi guru biasa, tak menjadi seperti ini. Lama tak
mengajar rasanya canggung juga ternyata. Ah, yang penting saya harus terbiasa
menghadapi anak-anak yang berbeda dan menjadi sahabat mereka ketika di luar
kelas.
Anak-anak
yang luar biasa, dikatakan luar biasa karena di kelas saya ada 2 orang anak
berkebutuhan khusus. Yang satu sudaha 4 tahun tinggal kelas 1 dan langsung
dinaikkan ke kelas 3. Hebat bukan, akselerasi. Kalau yang satunya cewe namanya
Dena. Bisa dikatakan dia lama mikirnya, lambat mikirnya. Kalau nulis, bisa
sejam untuk 6 baris. Bisa dibayangkan. Muridku ada 14 anak, itu percampuran
dari yang kelas 2 sama kelas. Jelas kemampuan mereka berbeda. Aku harus
bersabar sekali. Karena tidak sedikit dari mereka yang belum mampu membaca
dengan lancar. Masih dalam taraf mengeja.. :-( , sudah kelas 3 loo.. #tapi saya
bersyukur mereka hafal yang namanya huruf dan angka. Cuma seorang yang
laki-laki bernama Inul dia mau nulis angka 5 yang ditulis angka 6 dan kalian
tau ketika kutanya 5 + 0 berapa hasilnya, jawabannya 0. #tepuk jidat...
Hari
pertama ngajar rasanya pengin teriak-teriak harus memutar otak untuk mengajar
mereka. Ada yang sangat pintar dan ada yang sangat lambat.. Coba gimana...
Ketika
yang cepat nangkep dah selesai mereka langsung mainan dan mengganggu teman lain
yang lambat mikirnya. Dan sebuah strategi baru kujalankan, ketika mereka dah
selesai kuberi sebuah lagu dan kutulis di papan tulis kemudian disuruhlah
mereka mencatatnya. Memang mereka berbeda, mungkin karena aku yang tidak
terlalu tegas, tidak bisa marah karena memang mukaku tak cocok untuk marah atau
mungkin merekanya yang memang sedikit kurang ajar.
Dua
semester menjadi ibu untuk 14 anakku, aku merasa sudah menjadi ibu beneran.
Harus menghadapi berbagai karakter anak yang berbeda. Ada yang sedikit-sedikit
nangis, berantem dan sering membuat keributan di kelas. Nangisnya itu kadang
bukan karena berantem, tapi gak bisa mengerjakan soal. Bilangnya begini, “Bu ai, soalnya sakit bu ai” maksudnya gini,
mereka bilang soalnya susah. Habis bilang gitu langsung nagis coba. Aneh
bukan?? Itulah anak-anak kelas III SDN 24 Kuala Pade.
Memang
terasa susah banget mendidik mereka di awal-awal semester satu. Keras kepala
kalau dinasehati, tidak mendengar perkataan gurunya dan tingkah laku mereka
sangat kurang sopan. Namun, semenjak semester dua aku tak mau kalah dengan
mereka. Aku harus menjadi guru yang didengarkan. Sejak saat itu, suaraku juga
sudah mencapai oktaf. Mereka bersuara keras, aku juga harus seperti itu. Kalau
gak, aku kalah dan gak dihormati. Aku tak mau itu terjadi lagi seperti dahulu.
Keseimbangan suara antara aku dan anakku harus selalu dijaga. Kalau yang nakal,
langsung kukeluarkan dari kelas. Begitulah caraku mengajar, baik enggaknya yang
penting belum melanggar batas.
Meskipun
mereka nakal dan susah diatur, namun mereka begitu sayang sama aku. Terbukti
ketika aku menginginkan buah, mereka langsung mencarikan buah yang aku
inginkan. Mereka juga sering membantuku mencari kayu bakar di hutan. Namanya
juga anak-anak, mungkin kenakalan mereka di kelas itu hanya menginginkan
perhatian lebih dari gurunya.
Guru-guru
SDN 24 Kuala Pade tergolong rajin naik ke kampung. Dedikasi mereka masih lebih
tinggi daripada sekolahan penempatan teman-temanku yang lain. Ketika ada guru
yang sedang berhalangan hadir, aku lah yang harus merangkap kelas. Kadang malah
sampai 3 kelas rangkapnya. Mau bagaimana lagi, gurunya Cuma dua, aku dan kawan
seperjuanganku. Sebisa mungkin harus bisa membagi waktu secara adil. Untungnya,
kami bisa melewati masa-masa itu dengan mudah. Tidak terlalu sulit mengajar 2/3
kelas dalam sekali waktu karena mereka benar membutuhkan ilmu. Keinginan mereka
untuk belajar merobohkan lelah lunglaiku menjalaninya.
The end,
Ada
pertemuan pasti ada perpisahan. Perpisahanpun bukan akhir dari semuanya, namun
awal dari sesuatu yang baru. Bukan tangisan yang aku inginkan, tapi untaian doa
lah yang selalu aku harapkan. Setahun, 365 hari memang terbilang lama.
Ternyata, kalau dinikmati, dijalani dan disyukuri terasa lebih singkat dari
yang dibayangkan.
Bulan
agustus 2016 sudah menyambut dengan berjuta senyuman rindu. Bagai mimpi di
musim panas, waktu cepat sekali berjalan. Tinggal menghitung hari untuk kembali
menginjakkan kedua kakiku di kampung halaman. Bertemu dengan keluarga tercinta
di Jawa dan harus meninggalkan mutiara emas negeri Indonesia di Borneo. Ada
duka dan tawa. Hidup memang seperti itu, tak selamanya berduka dan tak
selamanya tertawa. Selalu berotasi mengikuti takdir sang Illahi.
Perpisahan
dengan anak pun dilaksanakan. Wide game pramuka menjadi kegiatan penutup selama
setahun mengabdi di pelosok negeri. Kami menginginkan sebuah kegiatan yang akan
selalu di kenang sepanjang masa, bukan yang mudah dilupakan. Kegiatan wide game
berjalan dengan lancar. Terlihat wajah penuh keriangan di wajah mereka. Akupun
merasa senang melihat mereka bahagia. Mereka mendapatkan sesuatu baru yang
belum pernah mereka dapatkan. Walaupun hanya beberapa permainan, namun
mengandung banyak hikmah yang dipetik.
Tiba
saatnya, kami mengucapkan salam perpisahan pada anak-anak SDN 24 Kuala Pade.
Aku memasuki kelas III yang sekarang sudah naik ke kelas IV. Seperti dahulu,
mereka masih suka ribut dan banyak sifat yang belum berubah. Kuungkapkan semua apa
yang ada dalam lubuk hatiku. Baru saja aku mengucapkan, “Ibu, nak pulang Jawa”. Mereka langsung menangis. Tidak menduga
ternyata mereka masih menyayangiku. Sampai perkataan maaf dan terimakasih
mereka masih menangis hingga mata mereka besar seperti tersengat lebah. Aku pun
tak bisa memaksaku tetap di Borneo karena masa tugas sudah habis. Kasih sayang
yang mereka berikan sudah menjadi kenangan manis yang akan selalu ada dalam
kisah hidupku. Bagiku, tidak masalah menangis ketika berpisah karena merupakan hal
yang wajar. Selagi perpisahan bukan karena duka mendalam pasti akan segera
sirna termakan sang waktu.
SM3T,
Mengajarkanku
apa artinya perjuangan
Pengorbanan,
Pertemanan dan Cinta
Begitu
banyak kenangan kuukir di sini
Dan
sekarang hanya tinggal kenangan
Tak
bisa terulang kedua kalinya
Inilah
kan menjadi sejarah hidupku
Jarak
berkilo-kilo meter
Tak
akan menjadi pemisah hubungan aku dan kalian,
Anak-anakku
....
Good
Bye...^_^
No comments:
Post a Comment