Sabtu, 15 November 2013
“ Deary, Malam
ini aku kembali memikirkannya, rasa pedih itu muncul lagi. Padahal sudah sekian
lama berpisah, dua tahun lebih. Sejak
kita diterima sebagai mahasiswa baru di universitas yang sama. Menyakitkan
memang, sedang bahagi-bahagianya menjadi mahasiswa malahan putus dengan sang
kekasih. Bukan seperti yang aku bayangkan sejak dulu. Aku rela tidak pacaran
dan hanya ingin sekali pacaran namun di tengah jalan, hubungan kita harus
terpisahkan oleh alasan yang tidak jelas. Dahulu sebelum kuliah, kita pernah
berandai-andai kalau kita pengin belajar di universitas yang sama. Tapi, apa
coba setelah kita resmi menjadi mahasiswa baru, justru dia memutuskanku.
Alasannya karena bapak, tidak boleh pacaran sebelum lulus kuliah. “Baru masuk
kuliah aja sudah pacaran, mau jadi apa kamu besok?” kata bapaknya.
Aku menerima
keputusannya. Mencoba hadapi semua ini dengan lapang dada. Tapi, aku tak bisa
membohongi rasa ini, begitu besar rasa cintaku padanya karena dia yang pertama
menghidupkan naluriku untuk membuka pintu hati pada seorang cowo. Dan dia juga
yang telah mematahkan sayap cinta ini untuk menutup semua kenangan yang sudah kita
bangun bersama. Telah banyak kenangan yang kita bangun selama cinta kita
bersatu. Dan sungguh sulit bagiku untuk mengubur dalam-dalam kenangan ini.
Sakit, sakit hati yang pertama dan kuharap ini yang terakhir. Benar apa kata
orang. Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Kalau sakit gigi masih ada
obatnya dan mudah kita mendapatkannya, tapi kalau sakit hati apa obatnya? Move on kah? Mungkin.
Mungkin ini cara yang tepat untuk mengobati sakit hati. Tapi, untuk seorang cewe yang benar-benar tulus
menyayangi kekasihnya cukup sulit untuk move on. Bukan hal yang mudah. Butuh
proses. Seperti yang aku alami saat ini. Aku lelah memikirkannya. Kau yang tak
pernah lagi memikirkanku dan aku di sini yang selalu memikirkanmu. Cintaku sungguh
bertepuk sebelah tangan.Tak tahu harus berbuat apa lagi tuk melupakannya. Aku tak sanggup. Sungguh kutak sanggup
meluruhkan rasa cintaku padanya. Dia yang pertama bagiku. Apakah Kau ingat saat
kita pertama kali bertemu, kau ajakku berkenalan dan aku yang menanggapinya
dengan malu-malu. Itu aku yang dua tahun lalu. Bukan saat ini yang tampil
dengan wajah penuh jerawat dan kamu tak menyukainya ya kan? Makannya kamu
memilih cara yang baik untuk memutuskanku, iya kan aku tahu karena aku tahu
kamu. Jangan bohong.
Sudahlah, itu
masa lalu yang seharusnya kukenang saja. Lagian sekarang dia juga sudah
menemukan tambatan hatinya yang lebih dariku. Dan lebih dekat dengannya karena
mereka dalam satu jurusan. Tidak seperti aku, anak fakultas lain. Tahukah kamu,
hatiku kecewa ketika kamu menambahkan hubungan di fb mu. Kau berpacaran dengannya,
berfoto berdua dengan wajah ceria dan penuh kebahagiaan. Aku tahu kamu bahagia,
tapi kamu tidak tahu bagaimana perasaanku. Sedih banget. Kamu bahagia di tengah
kesedihanku. Hatiku hancur berkeping-keping, seolah tak tahu lagi kemana jalan
yang hendak kutuju. Kuliahku masih jauh, empat tahun lagi. Di tahun awal ini
kuharus merasakan betapa rasanya sakit hati yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Malam ini aku
benar-benar kangen dengan sosoknya dan panggilan sayang darinya. Aku merindukan
sosoknya yang dulu menyayangiku dan menerima kepolosanku. Berilah ketabahan
untuk hamba-Mu ini ya Robb.
Nayla As-Shilfi
Catatan Deary Nayla di malam sepi. Derasnya
hujan di malam itu seperti derasnya tangisannya yang kembali mengingat kekasihnya
di masa lalu. Beribu kisah yang harus ia jadikan kenangan. Halaman rumahpun tak
sanggup lagi untuk mengubur semua kenangan yang telah mereka bangun. Sungguh
memilukan. Ikatan cinta yang telah lama mereka pertahankan harus berakhir dalam
patahnya sayap cinta diantara keduanya. Matanya penuh dengan air mata sembari
mengingat kenangan lalu. Kenangan saat pertama bertemu, berdekatan dan akhirnya
merintis sebuah kesepakatan untuk saling menjaga hati.
“Dulu, kalau aku lagi sedih pasti kamu
tahu. Waktu aku nangis karena sesuatu hal pasti kamu tahu. Kamu tak akan
biarkanku sedih sementara kamu bahagia. Aku kangen kamu” Ungkap dia sambil
memegang foto mantannya yang kebetulan masih dia simpan di dompetnya.
“ Kamu tahu, saat ini jiwa dan raga ini sedang
menangis mengingat kenangan semasa kita bersama dulu. Apakah kau juga merasakannya
sekarang? “
Tangisannya semakin
deras dan tak segan-segan terjatuh dalam foto mantannya. Begitu besar cintanya
pada si dia. Riko nama mantannya. Begitu sulit tuk melupakan kenangannya dulu.
Mungkin bagi si riko mudah untuk melupakan kenangan ini. Tapi tidak dengannya, mungkin karena cewe itu
memiliki perasaan yang lebih besar daripada seorang cowo. Begitupun untuk
melupakan cowo. Cewe cenderung berpikir menggunakan perasaan mereka, beda
dengan cowo yang lebih menggunakan logika untuk memikirkan sesuatu.
Kehidupannya tak
secerah dulu ketika dia bersama Riko. Waktu memang selalu berputar. Kadang di
atas dan kadang pula di bawah. Waktu pula tak akan pernah berhenti sampai
kapanpun, terus berjalan layaknya sungai yang mengalir. Dulu, kisah cintanya
begitu romantis dan menjadi motivasi para remaja. Namun saat ini tak ada yang
bisa dikatakan lagi, semua telah berbeda.
No comments:
Post a Comment