Thut..Thut.. Thuttt...
Telepon genggamku bergetar hebat di
dalam ransel abu-abuku. Kucoba membukanya di tengah peningnya acara rapat
laporan pertanggung jawaban organisasi. Ada sebuah pesan singkat dari sahabat
karibku, Zaki.
“ Masih lama gak acara rapatnya. Aku,
Hanif sama Usman sudah siap di perempatan depan pondok pesantren. Tinggal kamu
seorang kawan. Kami menunggumu di sini. Jangan kelamaan ya?”
“ Iya, sebentar lagi. Tunggu, lima menit
lagi aku sampai.” Bunyi balasan pesan singkatku . Kebetulan rapatnya tidak
menyita waktu lama karena semuanya disiplin dan sesuai alokasi waktu yang telah
disiapkan.
“ Oke sobat.” Balasnya lagi.
Kami berempat adalah
sahabat karib sejak SMK. Pertama kalinya kami dipertemukan dalam sebuah kelas
yang berkonsentrasi pada jurusan Bangunan. Mulanya kami tak kenal satu sama
lain, namun seiring berjalannya waktu kami semakin dekat dan akrab. Tak jarang
kami menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas dan berpetualang bersama. Saking
akrabnya, teman-teman kelasku sampai memberi julukan Geng Arjuna “ Arif, jujur lan andap asor”. Kami merasa terharu ketika
mereka menjuluki seperti itu, rasanya sedikit berlebihan.
Persahabatan kami bagai
kepompong dan tak pernah luntur sedikitpun hingga kami lulus. Ada sebuah mimpi
emas untuk menuntut ilmu lagi ke perguruan tinggi dan pondok pesantren yang
sama. Berkat usaha, doa dan tawakal kepada Sang Maha Pemberi Rahmat, mimpi kami
terwujud. Kami disatukan lagi dan menuntut ilmu di kota pelajar, Yogyakarta. Berbeda
dengan dulu, sekarang kami tidak sejurusan lagi. Hanya Hanif dan Usman yang
masih sejurusan dan menekuni dunia bangunan. Sedangkan Zaki mengambil Teknik
Elektro dan aku mengambil Teknik Mesin. Perbedaan tak menjadi masalah buat kami
yang penting kami belajar mencari ilmu dan bersungguh-sungguh meniti masa depan
yang cemerlang dan membanggakan.
Pada hari yang telah
direncanakan, kami akan pulang kampung bersama naik bus antar kota. Sesuatu
yang tidak biasa kami lakukan karena biasanya kami naik kereta. Aku bergegas
lari menuju perempatan jalan yang telah dijanjikan. Kulihat mereka sudah siap
meluncur ke kampung halaman. Terlihat beban berat dalam tas ransel yang
dibawanya seperti mudik hari raya.
“ Hey, Arjuna. Arjuna. Aku datang”.
Teriakku di belakang mereka.
“ Hey “ Teriak Hanif sambil membalikkan
badannya.
“ Cepet banget mas, biasanya lama.” Ucap
Usman.
“ Iya, emang sudah selesai apa rapatnya
atau jangan-jangan kabur ya?” Timpal Zaki kepadaku.
“ Iya dong. Belajar dari masa lalu yang
hampir tiap hari telat, sekarang
berusaha menjadi orang yang disiplin dan selalu menepati janji. Hehehe
Kalau rapat mah udah kelar, masa kabur
gak jaman ya. Rapat itu juga salah satu tanggung jawab untuk mewujudkan janji
setiaku dalam organisasi. Hehehe”
“ Ah, baru sekali disiplin udah tinggi
sekali bahasamu Fa.” Seru Usman yang agak kesal dengan kata-kataku.
“ Sudah, sudah, sudah. Sesama arjuna gak
boleh berdebat. Bisnya udah kelihatan. Ayo kita siap-sipa. Let’s go to home.”
Perdebatan antara aku dan usman yang
semula akan berlarut-larut akhirnya dilerai Zaki. Tak ada kesempatan untukku
membalas kekesalan Usman. Bis yang kami nantikan sudah terlanjur di depan mata.
Kami berempat duduk di
bagian tengah bus dan duduk dua-dua depan belakang. Tak lupa kami membaca doa
naik kendaraan agar diberi keselamatan dalam perjalanan.
“ Bismillahirrokhmanirrokhiim.
Subhanalldhi sakhhorolana haada sama kunna lahu mukriniin “. Doa yang selalu diamanatkan oleh orang tua
dan pak kyai jikalau hendak berpergian dan kami berupaya untuk mengamalkannya
dalam kehidupan nyata di dunia.
Perjalanan menuju
kampung tercinta kali ini sungguh istimewa. Kami bisa melihat hiruk pikuknya kota
pelajar dan deretan pedagang kaki lima yang memadati trotoar jalan raya. Tak berapa
lama kemudian, kami meninggalkan kota dan memasuki pedesaan yang
bergunung-gunung. Sedap dipandang mata dan terlalu sulit untuk diabaikan. Its
beautiful scenery, Subhanalloh. Bukit-bukit nan hijau dengan sejuta pepohonan
yang tak pernah hina untuk dipandang. Berkali-kali ucapan subhanalloh
mengiringi perjalanan kami. Namun, hanya aku yang bisa menikmati pemandangan
indah itu sampai berlarut-larut. Zaki, Hanif dan Usman sudah terpaut dalam alam
mimpi indahnya.
Derr ...Derrr... Deerrr..
Prakkk.. Prakkk... prakkkk
Tiba-tiba benturan keras terdengar
seketika. Sangat tidak diduga, bus yang datang dari arah berlawanan menabrak
bus kami. Kepala kedua bus hancur dan
ringsek. Bus yang kami naikipun oleng dan menggelimpang ke arah kiri jalan dan
untungnya terhalang oleh pagar pembatas jalan sehingga tidak masuk ke jurang.
Benturan dahsyat dengan suara yang sangat menggema masih terlintas di
telingaku.
Alhamdulillah aku
selamat dari kecelakaan maut itu. Hanya luka lecet di tanganku saja. Katiga
kawanku menderita luka yang cukup parah dan harus menjalani rawat inap di rumah
sakit. Pada saat kejadian, aku masih sadar dan secepat mungkin berusaha
memecahkan kaca jendela bus untuk menyelamatkan diri. Sedangkan ketiga temanku
tak bisa keluar dari jepitan bangku bus. Aku berusaha menolongnya, namun sangat
sulit karena tertindih-tindih oleh penumpang yang lain. Terpaksa aku pilih untuk
keluar dan mencari bantuan kepada masyarakat. Perjuanganku tak sia-sia karena
mereka sudah berbondong-bondong menuju tempat kejadian peristiwa. Warga
berusaha menolong semua penumpang dan membawanya ke rumah sakit. Termasuk
ketiga sahabatku. Mereka berhasil diselamatkan dan segera dilarikan ke rumah
sakit karena luka yang mereka derita begitu parah.
Beruntung ponsel yang
kumiliki masih utuh di dalam kantong celanaku. Kucoba menghubungi keluargaku dan
ketiga kawanku dan alhamdulillah ada
jawaban. Satu jam kemudian mereka dan keluargaku tiba di rumah sakit yang telah
kuberitahu. Raut wajah yang penuh was-was dan kening yang mengkerut menahan
kesedihan sangat jelas terlihat. Mereka mendekatiku yang masih termenung di
atas kursi kayu depan kamar rawat inap pasien. Sembari menenangi pikiranku,
ibuku mengelus-elus rambutku dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan
sabar mereka mendengarkan ceritaku dan berusaha menerimanya dengan lapang dada
dan ikhlas atas apa yang sudah terjadi. Ibuku sangat memahami kondisiku dan
berusaha membuatku nyaman. Nasehat demi nasehat beliau berikan agar aku bisa
mengambil hikmah dari kejadian ini dan bersyukur telah selamat dari kecelakaan
maut yang menimpa banyak korban. Semua kejadian yang terjadi semata-mata karena
kehendak Alloh dan sebagai peringatan untuk makhluk-Nya. Aku semakin tenang
dengan nasehat ibu. Atas keajaiban Dzat Yang Maha kuasa, kami berempat bisa selamat dari
kejadian yang mengancam hilangnya nyawa.
Biodata
Nama
Pena : Siti Ma’sumah
Nama
FB : Siti Ma’sumah
Alamat
email :
masumahsiti@yahoo.co.id
No.
HP : 087732505593
Karya
yang sudah pernah diterbitkan : Cerpen Air susu dibalas air susu dalam antologi
cerpen Quatro Pro penerbit Tunas Puitika Publishing
No comments:
Post a Comment