Wednesday, March 26, 2014

sebaris doa



Thut..Thut.. Thuttt...
Telepon genggamku bergetar hebat di dalam ransel abu-abuku. Kucoba membukanya di tengah peningnya acara rapat laporan pertanggung jawaban organisasi. Ada sebuah pesan singkat dari sahabat karibku, Zaki.
“ Masih lama gak acara rapatnya. Aku, Hanif sama Usman sudah siap di perempatan depan pondok pesantren. Tinggal kamu seorang kawan. Kami menunggumu di sini. Jangan kelamaan ya?”
“ Iya, sebentar lagi. Tunggu, lima menit lagi aku sampai.” Bunyi balasan pesan singkatku . Kebetulan rapatnya tidak menyita waktu lama karena semuanya disiplin dan sesuai alokasi waktu yang telah disiapkan.
“ Oke sobat.” Balasnya lagi.
Kami berempat adalah sahabat karib sejak SMK. Pertama kalinya kami dipertemukan dalam sebuah kelas yang berkonsentrasi pada jurusan Bangunan. Mulanya kami tak kenal satu sama lain, namun seiring berjalannya waktu kami semakin dekat dan akrab. Tak jarang kami menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas dan berpetualang bersama. Saking akrabnya, teman-teman kelasku sampai memberi julukan Geng Arjuna “ Arif, jujur lan andap asor”. Kami merasa terharu ketika mereka menjuluki seperti itu, rasanya sedikit berlebihan.
Persahabatan kami bagai kepompong dan tak pernah luntur sedikitpun hingga kami lulus. Ada sebuah mimpi emas untuk menuntut ilmu lagi ke perguruan tinggi dan pondok pesantren yang sama. Berkat usaha, doa dan tawakal kepada Sang Maha Pemberi Rahmat, mimpi kami terwujud. Kami disatukan lagi dan menuntut ilmu di kota pelajar, Yogyakarta. Berbeda dengan dulu, sekarang kami tidak sejurusan lagi. Hanya Hanif dan Usman yang masih sejurusan dan menekuni dunia bangunan. Sedangkan Zaki mengambil Teknik Elektro dan aku mengambil Teknik Mesin. Perbedaan tak menjadi masalah buat kami yang penting kami belajar mencari ilmu dan bersungguh-sungguh meniti masa depan yang cemerlang dan membanggakan.
Pada hari yang telah direncanakan, kami akan pulang kampung bersama naik bus antar kota. Sesuatu yang tidak biasa kami lakukan karena biasanya kami naik kereta. Aku bergegas lari menuju perempatan jalan yang telah dijanjikan. Kulihat mereka sudah siap meluncur ke kampung halaman. Terlihat beban berat dalam tas ransel yang dibawanya seperti mudik hari raya.
“ Hey, Arjuna. Arjuna. Aku datang”. Teriakku di belakang mereka.
“ Hey “ Teriak Hanif sambil membalikkan badannya.
“ Cepet banget mas, biasanya lama.” Ucap Usman.
“ Iya, emang sudah selesai apa rapatnya atau jangan-jangan kabur ya?” Timpal Zaki kepadaku.
“ Iya dong. Belajar dari masa lalu yang hampir tiap  hari telat, sekarang berusaha menjadi orang yang disiplin dan selalu menepati janji. Hehehe
Kalau rapat mah udah kelar, masa kabur gak jaman ya. Rapat itu juga salah satu tanggung jawab untuk mewujudkan janji setiaku dalam organisasi. Hehehe”
“ Ah, baru sekali disiplin udah tinggi sekali bahasamu Fa.” Seru Usman yang agak kesal dengan kata-kataku.
“ Sudah, sudah, sudah. Sesama arjuna gak boleh berdebat. Bisnya udah kelihatan. Ayo kita siap-sipa. Let’s go to home.”
Perdebatan antara aku dan usman yang semula akan berlarut-larut akhirnya dilerai Zaki. Tak ada kesempatan untukku membalas kekesalan Usman. Bis yang kami nantikan sudah terlanjur di depan mata.
Kami berempat duduk di bagian tengah bus dan duduk dua-dua depan belakang. Tak lupa kami membaca doa naik kendaraan agar diberi keselamatan dalam perjalanan.
Bismillahirrokhmanirrokhiim. Subhanalldhi sakhhorolana haada sama kunna lahu mukriniin “.  Doa yang selalu diamanatkan oleh orang tua dan pak kyai jikalau hendak berpergian dan kami berupaya untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata di dunia.
Perjalanan menuju kampung tercinta kali ini sungguh istimewa. Kami bisa melihat hiruk pikuknya kota pelajar dan deretan pedagang kaki lima yang memadati trotoar jalan raya. Tak berapa lama kemudian, kami meninggalkan kota dan memasuki pedesaan yang bergunung-gunung. Sedap dipandang mata dan terlalu sulit untuk diabaikan. Its beautiful scenery, Subhanalloh. Bukit-bukit nan hijau dengan sejuta pepohonan yang tak pernah hina untuk dipandang. Berkali-kali ucapan subhanalloh mengiringi perjalanan kami. Namun, hanya aku yang bisa menikmati pemandangan indah itu sampai berlarut-larut. Zaki, Hanif dan Usman sudah terpaut dalam alam mimpi indahnya.
Derr ...Derrr... Deerrr..
Prakkk.. Prakkk... prakkkk
Tiba-tiba benturan keras terdengar seketika. Sangat tidak diduga, bus yang datang dari arah berlawanan menabrak bus kami.  Kepala kedua bus hancur dan ringsek. Bus yang kami naikipun oleng dan menggelimpang ke arah kiri jalan dan untungnya terhalang oleh pagar pembatas jalan sehingga tidak masuk ke jurang. Benturan dahsyat dengan suara yang sangat menggema masih terlintas di telingaku.  
Alhamdulillah aku selamat dari kecelakaan maut itu. Hanya luka lecet di tanganku saja. Katiga kawanku menderita luka yang cukup parah dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada saat kejadian, aku masih sadar dan secepat mungkin berusaha memecahkan kaca jendela bus untuk menyelamatkan diri. Sedangkan ketiga temanku tak bisa keluar dari jepitan bangku bus. Aku berusaha menolongnya, namun sangat sulit karena tertindih-tindih oleh penumpang yang lain. Terpaksa aku pilih untuk keluar dan mencari bantuan kepada masyarakat. Perjuanganku tak sia-sia karena mereka sudah berbondong-bondong menuju tempat kejadian peristiwa. Warga berusaha menolong semua penumpang dan membawanya ke rumah sakit. Termasuk ketiga sahabatku. Mereka berhasil diselamatkan dan segera dilarikan ke rumah sakit karena luka yang mereka derita begitu parah.
Beruntung ponsel yang kumiliki masih utuh di dalam kantong celanaku. Kucoba menghubungi keluargaku dan  ketiga kawanku dan alhamdulillah ada jawaban. Satu jam kemudian mereka dan keluargaku tiba di rumah sakit yang telah kuberitahu. Raut wajah yang penuh was-was dan kening yang mengkerut menahan kesedihan sangat jelas terlihat. Mereka mendekatiku yang masih termenung di atas kursi kayu depan kamar rawat inap pasien. Sembari menenangi pikiranku, ibuku mengelus-elus rambutku dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan sabar mereka mendengarkan ceritaku dan berusaha menerimanya dengan lapang dada dan ikhlas atas apa yang sudah terjadi. Ibuku sangat memahami kondisiku dan berusaha membuatku nyaman. Nasehat demi nasehat beliau berikan agar aku bisa mengambil hikmah dari kejadian ini dan bersyukur telah selamat dari kecelakaan maut yang menimpa banyak korban. Semua kejadian yang terjadi semata-mata karena kehendak Alloh dan sebagai peringatan untuk makhluk-Nya. Aku semakin tenang dengan nasehat ibu. Atas keajaiban Dzat Yang Maha  kuasa, kami berempat bisa selamat dari kejadian yang mengancam hilangnya nyawa.
Biodata

Nama Pena                  : Siti Ma’sumah
Nama FB                     : Siti Ma’sumah
Alamat email               : masumahsiti@yahoo.co.id
No. HP                        : 087732505593
Karya yang sudah pernah diterbitkan : Cerpen Air susu dibalas air susu dalam antologi cerpen Quatro Pro penerbit Tunas Puitika Publishing



No comments:

Post a Comment

KONEKSI ANTAR MATERI KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1

  Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang sangat pantas mendapatkan julukan sebagai Bapak Pendidikan. Beliau tidak pernah merasa putus asa u...